Sabtu, 17 Mei 2008

Arikel Pendikan



VISI MADRASAH DAN KESIAPANNYA MENGHADAPI PERUBAHAN GLOBAL

Oleh : Ali Muhtarom
Abstraksi:
Pengaruh globalisasi dalam bidang kehidupan adalah sebuah kenyataan yang harus dihadapi dan tidak bisa dhindari. Ia merupakan makhluk yang mau tidak mau harus diterima dengan lapang dada. Dalam menghadapi adanya globalisasi, madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah koordinasi Departemen Agama dituntut untuk berperan aktif dalam upaya memberikan kepuasan dalam mutu pelayanannya pada masyarakat. Sehingga dengan adanya mutu madrasah bisa menjadi lembaga pendidikan Islam yang diprioritaskan oleh masyarakat. Untuk itu sudah saatnya madrasah berkompetisi dengan lembaga pendidikan lain (Sekolah umum) dengan membangun visi yang progresif dan menyiapkan diri dalam merespon perubahan global.

Pendahuluan
Era globalisasi lahir karena adanya kemajuan-kemajuan dibidang teknologi informasi dan komunikasi. Artinya dengan adanya kemajuan-kemajuan tersebut setiap peristiwa penting yang terjadi di mana pun di dunia ini akan segera tersebar secara global ke seluruh dunia dengan cepat.
Globalisasi dalam berbagai bidang kehidupan menjadikan dunia pendidikan harus menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Pendidikan yang masih berpijak pada konsep lama maka akan ditinggalkan oleh perkembangan jaman itu sendiri. Sementara pendidikan yang pro-perubahan maka akan segera berbenah dan menjadikan perubahan global sebagai pengaruh positif untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Karenanya pendidikan yang modern dan berkualitas menjadi pilihan masyarakat masa kini dalam menghadapi tantangan global yang begitu kompleks terutama dalam persaingan untuk mendapatkan kesempatan sebagai bagian dari perubahan dunia yang sangat kompetitif.
Salah satu pengertian globalisasi adalah sebagaimana yang dikatakan Giddens bahwa globalisasi mengacu pada ”intensifikasi hubungan-hubungan sosial diseluruh dunia yang mengkaitkan berbagai lokalitas dengan satu cara tertentu dimana peristiwa lokal bisa dipengaruhi oleh peristiwa lain yang terjadi bermil-mil jauhnya dan sebaliknya. Globalisasi merupakan proses yang mendorong umat manusia untuk beranjak dari cara hidup dengan wawasan nasional semata-mata ke arah cara hidup dengan wawasan global. Dalam wawasan ini dunia dipandang sebagai suatu sistem yang utuh, bukan sekedar sebagai kumpulan dari keping-keping geografis yang bernama ’negara’ atau ’bangsa’.[1] Dalam situasi kehidupan yang bersifat global, gejala-gejala serta masalah-masalah tertentu hanya dapat dipahami dan diselesaikan dengan baik apabila mereka diletakkan dalam kerangka yang bersifat global, bukan dalam kerangka lokal, nasional atau regional
Madrasah adalah lembaga pendidikan keagamaan dengan visi, misi dan sistem pengajaran tertentu yang selama ini masih terkesan tradisional. Hal itu bisa dilihat dari karakter spesifik yang tidak hanya melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran agama, tetapi juga memberikan bimbingan hidup di dalam masyarakat.[2] Dengan spesifikasinya dalam menghadapi realitas global tersebut mau tidak mau madrasah harus berbenah diri agar tidak tertinggal oleh pendidikan lain yang lebih modern dan berkualitas. Terutama oleh perkembangan masyarakat yang sangat selektif dalam memberikan apresiasi pada dunia pendidikan.
Meskipun keberadaan madrasah di Indonesia rata-rata masih tertinggal dari pendidikan konvensional peranannya tidak bisa di pandang sebelah mata. Menurut survey Abdul Rahman seluruh siswa madrasah (MI, MTs dan MA) saat ini berjumlah 5.633.940[3] itu artinya sekitar 12 persen lebih dari total jumlah siswa Indonesia menurut Abbas yang berjumlah 43.399212 orang[4] dan dengan jumlah lembaga Madrasah secara keseluruhan di Indonesia sebanyak 35.908 buah. Realitas angka tersebut menunjukkan madrasah memiliki kedudukan yang cukup penting dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan undang-undang.
Dalam perkembangannya madrasah sudah mulai berupaya mensejajarkan diri dengan pendidikan-pendidikan lain. Hal itu ditunjukkan dengan bermunculannya madrasah-madrasah unggul dan berprestasi baik tingkat daerah maupun nasional. Hanya permasalahannya jumlah madrasah yang berkualitas masih sangat sedikit dibanding dengan jumlah siswa maupun lembaganya yang begitu banyak di Indonesia. Sementara itu dari jumlah madrasah berkualitas yang sedikit tersebut keberadaan madrasah binaan negara atau departemen agama (Depag) sangat menonjol padahal jumlah madrasah swasta adalah mayoritas dan tidak kurang dari 90 persen madrasah didominasi swasta. Tentunya realitas tersebut merupakan pekerjaan rumah (home work) semua pihak terutama pemerintah dalam hal ini departemen pendidikan nasional (Depdiknas) dan Depag untuk mencari jalan keluar agar madrasah tidak semakin terpuruk di dalam pusaran komunitas pendidikan global. Bukankah amanat undang-undang pendidikan nasional (Sisdiknas) 2003, secara tersirat menjelaskan bahwa pendidikan nasional mengedepankan peserta didik sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan ciptaan terbaik yang dilengkapi dengan segala fitrahnya agar memiliki tugas membangun kehidupan yang berharkat dan bermartabat, baik di dunia maupun di akhirat.[5] Pendidikan berarti adalah milik semua atau tidak ada dikhotomi maupun deskriminasi. Pendidikan menekankan semua aspek potensi diri baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik untuk kehidupan yang lebih baik. Selanjutnya lebih menyelami apa itu madrasah dan bagaimana visinya menghadapi tantangan jaman yang sedemikian rupa, marilah kita ungkap beberapa hal sebagai pedoman untuk mencari inti permasalahan sehingga memudahkan memberikan tawaran solusi.
Pengertian Visi Madrasah
Visi merupakan hal yang sangat penting dan urgen dalam lembaga pendidikan, termasuk di madrasah. Visi menurut Aan Komariah dengan mengutip dari Beach[6] vision defines the ideal future, perhaps implying retention of the current culture and the activities, or perhaps implying change. Maksudnya, visi adalah masa depan yang ideal, bisa berupa retensi budaya dan kegiatan organisasi yang sedang berjalan atau bisa pula yang berupa perubahan. Visi dalam definisi ini merupakan perencanaan yang memerlukan perubahan berbagai hal tidak terkecuali budaya dalam internal organisasi. Dan perubahan tersebut bisa bersifat radikal maupun bertahap tergantung kebutuhkannya.
Adapun Gaffar mendefinisikan visi adalah daya pandang jauh ke depan, mendalam dan luas yang merupakan daya piker abstrak yang memiliki kekuatan amat dahsyat dan dapat menerobos batas-batas fisik, waku dan tempat. Gerak dimensi waktu tersebut tergantung daya imajinasi manusia didasari alasan, dan melalui argumentasi yang rasional.[7] Sementara dari pengertian itu Aan Komariah sendiri mendefinisikan visi atau wawasan adalah pandangan yang merupakan kristalisasi dan intisari dari kemampuan (competency), kebolehan (ability), dan kebiasaan (self efficacy) dalam melihat, menganalisis dan menafsirkan. Di dalamnya mengandung intisari dari arah dan tujuan, misi, norma, dan nilai yang merupakan satu kesatuan yang utuh.[8] Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa visi merupakan idealisasi pemikiran tentang masa depan mengenai pendidikan (madrasah) yang merupakan kekuatan kunci dari organisasi. Karenanya bisanya visi tidak memerlukan kalimat yang terlalu panjang dan yang terpenting mengandung intisari dari tujuan organisasi tersebut. Menurut Sallis, statemen visi mengisyaratkan tujuan puncak dari sebuah institusi dan untuk apa visi itu dicapai. Visi harus singkat, langsung dan menunjukkan tujuan puncak institusi.[9] Beberapa organisasi baik jasa maupun industri membuat visi yang singkat, sederhana dan mudah diingat kemudian mengembangkan visi tersebut dengan beberapa pernyataan sehingga menjadi sempurna. Contohnya “Sekolah yang berstandar Internasional”, “Madrasah yang unggul dalam IPTEK dan IMTAQ” dan sebagainya.
Visi madrasah harus didasarkan pada landasan yuridis, yaitu undang-undang pendidikan dan sejumlah peraturan pemerintah, khususnya tujuan pendidikan nasional sesuai jenjang dan jenis pendidikan dan juga sesuai dengan profil madrasah yang bersangkutan. Dengan kata lain, visi harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai dengan kebutuhan anak didik dan masyarakat yang dilayani. Tujuan pendidikan nasional sama tetapi profil madrasah, khususnya potensi dan kebutuhan masyarakat yang dilayani tidak selalu sama. Oleh karena itu dimungkinkan madrasah memiliki visi yang tidak sama dengan lembaga lain, asalkan tidak keluar dari koridor nasional yaitu tujuan pendidikan nasional. Visi pada umumnya dirumuskan dalam kalimat yang filiosofis dan supaya tidak terjadi multi tafsir, visi harus diberikan indikatornya.
Madrasah seperti yang diketahui selama ini, dari beberapa literatur, dapat dibagi dalam dua pengertian yaitu pertama, pengertian umum. Disana memiliki makna tidak hanya secara “harfiah” semata tetapi memiliki arti historis dan kultural dimana madrasah itu ada. Secara historis madrasah berawal dari prakarsa pemerintahan Nidzam (Nidzam Al Mulk) untuk mendirikan lembaga pendidikan keagamaan untuk menyebarkan keilmuan agama Islam pada faham tertentu. Selanjutnya pada abad petengahan (457 H) madrasah nizamiyah ini menjadi percontohan (trend) dan kebanggaan di waktu itu. Menurut Makdisi pertumbuhan madrasah melewati tiga tahap, yaitu: (1) Tahap Masjid, (2) Tahap Masjid Khan dan (3) Madrasah.[10] Adapun yang dikembangkan sistem pengajaran madrasah waktu itu dari segi materi sudah memasukkan pengetahuan umum seperti ilmu pengobatan (at-Tib), sastra dan bahasa kemudian ilmu logika dan berhitung. Sementara itu dalam pengelolaan madrasah sudah menerapkan tingkatan dan tugas pengajar antara mudarris (guru), mu’id (asisten) dan wu’adz (tutor). Di samping itu madrasah juga mengenal adanya nazir atau wali yang mempunyai tanggungjawab terhadap aktifitas madrasah, dan terpilih dari orang-orang yang berkompeten atau ahli dibidangnya.[11]
Kedua, madrasah dalam pengertian khusus. Khusus dalam hal ini adalah lebih kepada fenomena keindonesiaan. Jadi madrasah di Indonesia meski ada yang berpendapat sama dengan madrasah di Timur Tengah, tetapi dalam sejarahnya lebih cenderung merupakan bagian dari pesantren. Maksum menjelaskan evolusi kelembagaan pendidikan di wilayah ini pada umumnya bermula dari pesantren, madrasah, dan kemudian sekolah. Madrasah di Indonesia bisa dianggap sebagai perkembangan lanjut atau pembaharuan dari pendidikan pesantren dan surau.[12] Sementara menurut Mochtar Buchori madrasah adalah pendidikan Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan model Barat, yang mempergunakan metode pengajaran klasikal, dan bersaha menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri para siswa.[13]
Menurut Sukamto, pertumbuhan madrasah di Indonesia didorong oleh dua faktor, yaitu menguatnya gerakan pembaharuan Islam di Indonesia dan adanya respon pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan kolonial Belanda.[14] Untuk sebab terakhir dimana pendidikan Islam semakin terdesak dengan kebijakan pendidikan Belanda yang mementingkan kemajuan pendidikan di kalangan mereka dan kurang memperdulikan pendidikan pribumi, terutama pendidikan Islam yang semakin dibatasi. Para tokoh Islam pun berupaya memperkuat dan mengembangkan pendidikan Islam sehingga tidak tertinggal dan tertindas dari pendidikan penjajah. Para tokoh pengembangan Madrasah tersebut antara lain; Syekh Amrullah Ahmad (1907) di Padang, K.H. Ahmad Dahlan (1912) di Yogyakarta, K.H. Wahab Hasbullah dan K.H. Mas Mansur (1914) di Surabaya. Rangkayo Rahmah Al-Yunusi (1915) di Padang Panjang dan K.H.. Hasyim Asy’ari (1919) mendirikan madrasah salafiyah di Jombang.[15] Dengan perjuangan mereka maka madrasah semakin eksis dan menemukan momentumnya terutama satelah kemerdekaan. Dimana madrasah tidak hanya sekedar merupakan pendidikan yang mengajarkan keilmuan keagamaan semata namun telah menjadi bagian dari pendidikan nasional.
Meskipun pengertian madrasah tersebut disesuaikan dengan latar belakangnya masing-masing. Di mana menurut sejarahnya madrasah lebih ditekankan pada aspek keagamaan, yaitu mencetak para ahli agama yang paripurna (‘alim) meski visi tersebut tidak lepas dari pengaruh kepentingan penguasa. Pengertian visi madrasah dapat dikemukakan merupakan cara pandang atau wawasan yang ideal untuk perubahan pendidikan (madrasah) ke arah yang lebih baik sesuai dengan ajaran agama dan perkembangan jaman. Dan hal ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan visi madrasah di Indonesia waktu itu. Cita-cita atau visi mendirikan madrasah berkaitan dengan ibadah untuk mencapai keridlaan Allah sehingga kemudian berkait dengan fungsi ibadah sosial yang kebanyakan menjadi tugas partikelir atau swasta.[16]
Visi Madrasah di Era Perubahan
Dalam skala nasional visi makro pendidikan nasional adalah terwujudnya masyarakat madani sebagai bangsa dan masyarakat Indonesia baru dengan tatanan kehidupan yang sesuai dengan amanat proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui proses pendidikan. Masyarakat Indonesia baru tersebut memiliki sikap dan wawasan keimanan dan akhlak tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan menjunjung hak asasi manusia, serta berpengertian dan berwawasan global.[17]
Kemudian visi mikro pendidikan nasional adalah terwujudnya individu manusia baru yang memiliki sikap dan wawasan keimanan dan akhlaq tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan menjunjung hak azazi manusia, saling pengertian dan berwawasan global.[18]
Sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman dan visi pendidikan nasional di atas maka visi madrasahpun dituntut berubah. Dimana awalnya madrasah berorientasi kepada pendidikan keagamaan (tafaqquh fiddin), maka madrasah masa depan harus lebih dari itu, yaitu sebagai jenis pendidikan umum yang sama dengan sekolah di bawah naungan departemen pendidikan nasional, tapi berciri khas agama Islam. Sejalan dengan tujuan tersebut maka melalui PP No. 28 tahun 1990 Bab III Pasal 4 Ayat (3) direalisasikan yang berisi “Sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama masing-masing di sebut Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah”. Sementara itu dalam Keputusan Menteri Pendiikan dan Kebudayaan No. 0489/V/1992 tentang Sekolah Menengah Umum dalam Pasal 1 Ayat (6) disebutkan bahwa: “Madrasah Aliyah adalah SMU yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Agama”.[19]
Adapun visi dan misi madrasah masa kini adalah madrasah harus senantiasa menjadikan anak bangsa beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dalam mewujudkan visi tersebut maka madrasah seperti diungkapakan Abdul Rahman[20] mengemban visi untuk mengembangkan satuan pendidikan yang:
Populis, yaitu madrasah yang harus dicintai masyarakat, karena madrasah tumbuh dari masyarakat dan dikembnagkan oleh masyarakat.
Islami, yaitu madrasah yang berciri khas agama Islam sesuai dengan ajaran (ahlussunnah waljama’ah) yang mampu menciptakan anank-anak bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia.
Berkualitas, yaitu madrsah yang mampu mencetak anak-anak bangsa yangmemilki kemampuan dan ketrampilan yang cukup dan sanggup menghadapi tantangan jaman.
Dengan demikian terdapat benang merah antara kebijakan masa lalu, kebijakan memasukkan pendidikan umum di tahun 1950 sampai diberlakukannya Undang-undang No.2 Tahun 1989 yang memberi penegasan tentang Madarasah adalah sekolah umum yang memiliki ciri spesifik agama Islam. Selanjutnya keberadaan madrasah dipertegas lagi dalam Undang-undang SISDIKNAS pada Pasal 17 Ayat (2) tentang pendidikan dasar dan menengah, MI dan MTs setara dengan SD dan SMP kemudian pasal 17 Ayat (3) tentang Madrasah Aliyah setara dengan SMU. Dan dalam realisasinya kebijakan tersebut berjalan bertahap pada pemberian proporsi pengajaran keagamaannya. Terutama yang memang diprogramkan khusus memndalami masalah agama seperti madrasah aliyah program khusus (MAPK) yang proporsi pengajaran agamanya mencapai 70 % dan umum hanya 30 %. Hanya saja MAPK ini belum masuk dalam aturan UU SISDIKNAS. Dan dimanakah pesantren? Lembaga pendidikan yang disinyalir tertua di Indonesia ini dalam UU SISDIKNAS Pasal 30 Ayat (4) diman pesantren dimasukkan dalam bentuk pendidikan keagamaan bersama pendidikan diniyah.
Dengan adanya pengakuan negara dan mulai meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap madrasah tersebut, secara tidak langsung dikhotomi antara madrasah dan sekolah umum, yang selama ini menjadi perdebatan sengit mulai berkurang intensitasnya. Pada gilirannya baik madrasah dan sekolah memiliki kesempatan yang sama untuk menunjukkan eksisitensinya sebagai pendidikan yang diharapkan. Namun kondisi yang menggembirakan ini berimplikasi terhadap semakin beratnya tanggung jawab dan peranan madrasah dalam mencetak generasi unggul di masa depan. Apalagi sudah menjadi fenomena bahwa madrasah merupakan pendidikan alternatif kedua (second choice) masyarakat setelah sekolah umum. Meskipun secara teori pendidikan yang ideal masa kini dan yang akan datang terdapat pada madrasah, karena pendidikannya memadukan antara IPTEK dan IMTAQ secara seimbang. Bahkan pola yang diterapkan di madrasah menjadi acuan sekolah-sekolah unggulan seperti SD Azhar Jakarta, SMP Hidayatullah Malang, SMA Cendikia Bandung, dan sebagainya. Kenapa keraguan kepada madrasah untuk siap bersaing di era global ini masih tinggi?
Dalam menjawab permasalahan diatas menurut Azyumardi Azra[21] ada dua pertanyaan pokok yang perlu diajukan. Pertama, sampai dimanakah program yang diselenggarakan madrasah mencerminkan dan turut mengarahkan perubahan social- budaya. Kedua, bagaiamana posisi dunia pendidikan madrasah vis-à-vis perubahan. Kedua pertanyaan tersebut patut diajukan karena program pendidikan madrasah masih terdapat kesenjangan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat perkembangan begitu cepat terlebih memasuki abad global tentunya membutuhkan pendidikan yang berkualitas untuk mengantisipasinya. Sementara program, fasilitas, sumberdaya manusia dan manajemen masih bermasalah. Kemudian yang lebih krusial lagi, adalah masih rendahnya visi dan orientasi para pengelola madrasah dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan.[22] Bisa dikatakan madrasah mengalami problema yang begitu kompleks “maju kena dan mundurpun kena”, dimana terdapat masalah internal (penguatan visi, program, fisik, manajemen dan mutu pendidikan yang handal) dan eksternal tantangan perubahan global yang menyangkut nilai-nilai baik ekonomis maupun moral.
Langkah Strategis Madrasah
Secara formal ada dua departemen yang menangani pendidikan secara nasional, yaitu Depdiknas dan Depag. Karenanya madrasah yang merupakan subsistem dalam sistem pendidikan nasional adalah setara dengan pendidikan yang lain. Madrasah menggunakan kurikulum seutuhnya, buku paket yang sama, mengikuti ujian nasional (UN) dan mengikuti berbagai petunjuk yang diberikan oleh Depdiknas. Madrasah dibedakan dengan sekolah umum dengan menambah jumlah jam pada pelajaran agama (antara 4-9 jam pelajaran seminggu) sebagai pelaksanaan ciri khas agama Islam pada tingkat MI, MTs dan MA.[23] Sementara itu masyarakat diberikan kebebasan untuk menyelenggarakan pendidikan nasional yang berciri khas agama Islam atau menyelenggarakan madrasah swasta.
Dalam era otonomi daerah ini ada beberapa terobosan penting bisa dikatakan strategis yang dilakukan madrasah untuk menjawab tantangan perubahan masyarakat. Artinya kewenangan untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah sudah meluas tidak hanya menjadi terpusat pada Depag maupun Diknas tapi masyarakat juga dilibatkan, dalam hal ini pemerintah daerah dan masyarakat luas. Adapun langkah yang dilakukan madrasah, pendidikan yang lebih kepada berbasis masyarakat adalah dengan menerapkan manajemen peningkatan mutu pendidikan.yang meliputi empat unsur, yaitu school review, quality assurance, quality control dan bench marking.
School review, merupakan suatu proses yang didalamnya seluruh pihak sekolah bekerja sama dengan pihak-pihak yang relevan, untuk, mengevaluasi dan menilai efektivitas kebijaksanaan sekolah, program pelaksanaannya, serta mutu lulusan. Melalui school review diharapkan mendapatkan laporan yang membeberkan kelemahan, kekuatan-kekuatan dan prestasi sekolah serta memberikan rekomendasi untuk menyusun perencanaan strategis pengembangan sekolah pada masa-masa mendatang tiga tahun berikutnya.
Quality assurance, sebagai jaminan bahwa proses yang berlangsung telah dilaksanakan sesuai dengan standar dan prosedur uyang ditetapkan. Dengan demikian diharapkan dengan proses tersebut akan menghasilkan output yang yang memenuhi standar pula. Untuk itu diperlukan mekanisme checking/control agar semua kegiatan yang dilaksanakan di sekolah dikendalikan dalam standar proses yang ideal tadi. Dengan quality assurance ini pihak sekolah dapat meyakinkan masyarakat bahwa sekolah akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh murid-muridnya.
Quality control, yaitu suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai standar. Standar kualitas ini dipergunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui maju mundurnya kualitas sekolah. Suatu sekolah baik yang tergolong unggulan (excellence), normal dan yang rendah dapat melakukan quality control seperti membandingkan antara NEM masuk dengan hasil lulusan (output), serta outcome-nya pula.
Bench marking, yaitu suatu kegiatan menetapkan standar, baik itu proses maupun hasil yang akan dicapai pada suatu periode tertentu. Untuk kepentingan praktis standar tersebut direfleksikan dari suatu realitas yang ada semisal perilaku mengajar guru (internal bench marking), demikian pula dalam standar kualitas pendidikan, direfleksikan dari sekolah yang baik (external bench marking).[24]
Mendukung peningkatan mutu pendidikan Islam terutama madrasah terutama kualitas sumberdaya manusia (SDM) tersebut, Depag bekerjasama dengan berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia memberikan kesempatan belajar di jenjang lebih tinggi, setingkat pasca sarjana, kepada para pendidik madrasah dan pendidikan Islam di seluruh Indonesia. Program tersebut merupakan agenda tahunan yang dimulai pada tahun 2006. Dengan program yang sangat prestisius itu diharapkan ke depan madrasah dan pendidikan Islam akan semakin maju dan dapat bersaing dengan pendidikan lain di era global ini.
Di dalam pelaksanaannya peningkatan mutu pendidikan tersebut, tentulah diperlukan perencanaan dan langkah-langkah operasional secara bertahap, hasil pelaksanaan kegiatan diperlukan perencanaan dan langkah-langkah operasional pula, selanjutnya hasil kegiatan tersebut harus dievaluasi secara periodik untuk mengetahui pencapaian target dan perkembangan yang terjadi pada sekolah tersebut.
Disamping adanya perubahan dalam paradigma mutu di madrasah, juga perlu adanya pengembangan pola model madrasah. Dalam hal ini langkah maju telah dicapai oleh Departemen Agama untuk mengembangkan madrasah menjadi madrasah unggulan seperti pembangunan madrasah model, madrasah terpadu, dan pemberdayaan (empowering) madrasah. Dengan madrasah model diharapkan menjadi agen of change (pelopor perubahan) terhadap madrasah-madrasah disekitarnya untuk bersama-sama maju menjadi madrasah yang berkualitas. Selain itu madrasah model berfungsi sebagai teladan, fungsi pelatihan, fungsi kepemimpinan, fungsi pengawasan, pendidikan, fungsi pelayanan, dan fungsi pengembangan profesi. Kemudian madrasah terpadu adalah konsep integral pendidikan selam 12 tahun dari tingkat dasar (MI), MTs dan MA dalam satu lokasi dan memiliki kesatuan adminisitrasi, manajemen dan kurikulum. Sampai saat ini Depag telah menunjuk 7 MI, 7 MTs dan 7 MA sebagai madrasah terpadu yang masih tersebar di Jawa (Malang, Jakarta dan Yogyakarta) dan Sumatera (Palembang, Padang, Jambi dan Aceh)[25] dan kiranya perlu pengembangan di tempat-tempat lain. Dan empowering madrasah ditujukan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi.
Dengan langkah strategis yang telah dilakukan madrasah dan pemerintah baik Depag maupun Diknas di atas serta dukungan dari masyarakat tersebut maka tidak menutup kemungkinan dalam waktu tidak lama madrasah dapat mensejajarkan diri dengan sekolah-sekolah lain yang lebih maju. Konsistensi dan komitmen untuk memberikan perhatian serta pengembangan kepada madrasah-madrasah lain terutama swasta yang belum maju adalah suatu keharusan apabila menginginkan madrasah mencapai kemajuan secara merata. Perhatian dan pengembangan tersebut tidak terbatas pada bentuk teknis semata tetapi yang lebih penting adalah penghargaan, bantuan fasilitas dan pengembangan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas.
Penutup
Madrasah secara historis merupakan pendidikan yang lama dan ikut mewarnai perkembangan pendidikan di Indonesia. Meskipun ada yang mengkaitkan dengan munculnya madrasah di timur tengah.
Visi Madrasah pada awalnya adalah untuk mencetak generasi Islam yang mumpuni dalam bidang keagamaan dan memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap masyarakat. Kemudian dalam perkembangan sesuai dengan tuntutan jaman maka visi mengalami revisi yaitu madrasah harus senantiasa menjadikan anak bangsa beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Artinya visi madrasah lebih sempurna antara kemampuan IPTEK dan kepribadian IMTAQ.
Untuk mengembangkan visi yang modern tersebut maka madrasah harus berbenah baik ke dalam (internal) dan keluar (eksternal). Secara internal yaitu visi lebih tajam, kurikulum, peningkatan mutu SDM, fasilitas yang memadai dan manajemen yang berkualitas. Dan eksternal yaitu dengan menenmpatkan diri dalam percaturan global melalui peran serta menjaga nilai-nilai moral dan daya saing global. Disamping itu inovasi pendidikan yang kreatif dan dinamis merupakan suatu tuntutan untuk menghadapi perubahan jaman yang semakin pesat.

Endnote
[1] Muchtar Buchori Transformasi Pendidikan, (Jakarta: IKIP-NJ Press, 1995), cet.ke-1,. 140
[1] Abdul Rahman, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004) h. 20
[1] Ibid., h. 23
[1] Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional, (Jakarta: PSAP, 2006), h. 14
[1] Abdul Rahman, Madrasah…, h. 285
[1] Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership, (Bandung: Bumi Aksara, 2005), h. 83
[1] Ibid., h. 82
[1] Ibid., h. 85
[1] Edward Sallis, Total Quality Management in Education, (terj. Ahmad Ali Riadi), (Yogyakarta: IRCiSoD, 2006), h. 216
[1] Ainur Rafiq Dawam dan Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, (Yogyakarta: Lista Fariska Putra, 2005), h. 31
[1] Maksum, Madrasah, (Jakarta: Logos, 1999), h. 67
[1] Ibid., h.. 80
[1] Mochtar buchori, “Pendidikan Islam di Indonesia”, dalam Jurnal Prisma No. 05 Tahun 1989, h. 80
[1] Ainur Rofiq, Manajemen…, h. 34
[1] Abdul Rahman, Madrasah…, h. 19
[1] Ibid., h. 20
[1] Enco Mulyasa, KBK Konsep, Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: Rosdakarya, 2004), h. 19
[1] Ibid.
[1] Abdul Rahman, Madrasah…, h. 34-35
[1] Ibid., h. 83
[1] Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2006), h. 73
[1] Ibid., h. 72
[1] Abdul Rahman, Madrasah…, h. 84
[1] Ibid., h. 85-86
[1] Ibid., h. 41-43





[1] Muchtar Buchori Transformasi Pendidikan, (Jakarta: IKIP-NJ Press, 1995), cet.ke-1,. 140
[2] Abdul Rahman, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004) h. 20
[3] Ibid., h. 23
[4] Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional, (Jakarta: PSAP, 2006), h. 14
[5] Abdul Rahman, Madrasah…, h. 285
[6] Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership, (Bandung: Bumi Aksara, 2005), h. 83
[7] Ibid., h. 82
[8] Ibid., h. 85
[9] Edward Sallis, Total Quality Management in Education, (terj. Ahmad Ali Riadi), (Yogyakarta: IRCiSoD, 2006), h. 216
[10] Ainur Rafiq Dawam dan Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, (Yogyakarta: Lista Fariska Putra, 2005), h. 31
[11] Maksum, Madrasah, (Jakarta: Logos, 1999), h. 67
[12] Ibid., h.. 80
[13] Mochtar buchori, “Pendidikan Islam di Indonesia”, dalam Jurnal Prisma No. 05 Tahun 1989, h. 80
[14] Ainur Rofiq, Manajemen…, h. 34
[15] Abdul Rahman, Madrasah…, h. 19
[16] Ibid., h. 20
[17] Enco Mulyasa, KBK Konsep, Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: Rosdakarya, 2004), h. 19
[18] Ibid.
[19] Abdul Rahman, Madrasah…, h. 34-35
[20] Ibid., h. 83
[21] Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2006), h. 73
[22] Ibid., h. 72
[23] Abdul Rahman, Madrasah…, h. 84
[24] Ibid., h. 85-86
[25] Ibid., h. 41-43

Tidak ada komentar: